222017Mar
Terapi Auditory Verbal vs Terapi Wicara, Pilih yang Mana?

Terapi Auditory Verbal vs Terapi Wicara, Pilih yang Mana?

Jadi pilih mana, terapi AVT atau Terapi Wicara?

Sejauh ini, saya mendapat banyak sekali manfaat dari kombinasi terapi mendengar atau AVT (Auditory Verbal Therapy) dengan terapi wicara atau dikenal dengan TW dalam dunia gangguan pendengaran di Indonesia.

AVT sendiri berguna untuk memasok kosakata agar anak memahami suatu kata, sedangkan TW berguna untuk membantu anak mengucapkan suatu kata dengan pengucapan yang benar.

Melalui terapi mendengar (AVT), anak dengan gangguan dengar bisa membedakan kata “mau” dan “bau” yang ia dengar, tanpa harus melihat gerak bibir lawan bicaranya. Kalau anak hanya fokus pada membaca bibir saja, tentu pengucapan “bau” dan “mau” hampir sama. Ya, kita bisa buktikan dengan mengucapkan kata-kata tersebut tanpa mengeluarkan suara didepan cermin.

Oleh terapis wicara, anak akan dibantu membedakan pengucapan “ma-u” dengan “ba-u”. Untuk pengucapan “mau”, anak bisa diajak bergumam terlebih dahulu “mmmmau” atau bisa dengan meletakan telapak tangan dipipi kanannya seraya merasakan getaran yang dihasilkan dari bunyi huruf “mm”. Sedangkan untuk mengucapkan “bau” bisa dengan menggembungkan pipi seakan-akan hendak meniup balon atau menghembuskan sesuatu, hingga terdengar seperti letupan “beh” lambat laun diarahkan menjadi “ba” lalu menjadi “bau”.

Hal ini saya buktikan ketika membiasakan Ola meminta sesuatu dengan berkata “mau”. Pada awalnya karena konsonan bilabial p,b,m ini hampir serupa pengucapannya terkadang untuk mengucapkan “mau” malah yang keluar malahan “mbau”, begitu berulang-ulang. Saya tetap membiasakan Ola untuk konsentrasi dengan apa yang didengarnya, bila terjadi salah pengucapan, hal yang saya lakukan pertama kali yakni mengumpulkan atensinya untuk mendengar terlebih dahulu. Saya selalu katakan padanya, “Ola dengar” (sambil mengarahkan jari saya ke telinga) lalu saya mengucapkan “mmmaaauu”. Oya, kadang saya mensiasati dengan menutup mulut saya dengan benda yg sedang diinginkannya itu agar dia tidak lips reading.

Kalau Ola masih salah, barulah diperbaiki artikulasinya dengan teknik visual yakni melihat bibir saya saat mengucapkannya atau pun bisa secara taktil seperti merasakan getaran dipipi. Kalau anak sudah bisa, biasakan untuk tidak membiarkannya fokus pada membaca bibir, sesekali bicaralah dengan nada normal disampingnya atau dibelakangnya.

Begitupun dengan pengucapan kata “bau”. Kalau anak sudah mulai paham makna,arti serta perbedaan kata “mau” dan “bau” tersebut, dengan sendirinya secara spontan dia tahu kapan mengucapkannya pada waktu yang sesuai. Dia akan mengatakan “mau” pada saat menginginkan sesuatu dan mengatakan “bau” saat dia mencium aroma yang tidak sedap.

Jadi, pilih mana, AVT atau TW? Bagi saya, keduanya saling melengkapi. Keputusan tetap ditangan kita sebagai orangtua dari anak yang memiliki gangguan pendengaran. Kita bisa mensiasati kemampuan ekonomi untuk terapi di luar dengan menerapkan terapi-terapi tersebut sehari-hari dirumah. Karena terapis sejati itulah orangtua sedangkan terapis diluar itu adalah pemandunya.

Ditulis oleh : Misslisa Suryani

Dipublikasikan pertama kali di FanPage International Hearing Center dan Account Name International Hearing Center




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *