Perjalanan Mendengar Putriku yang Cantik – Jihan
Kami melakukan beragam pengobatan alternatif, sampai yang aneh sekalipun kami lakoni agar Jihan mendengar, seperti mengerok lidah Jihan menggunakan emas. Kalau mengingat hal tesebut, rasanya kami malu sendiri.
Dialah Jihan, putri kecilku yang cantik.
Dia tumbuh seperti anak-anak pada umumnya. Bahkan, tidak ada hal yang membuatnya tampak berbeda dengan yang lain, dia bisa tengkurap, merambar dan berjalan di usia 13 tahun. Semuanya berjalan normal. Sampai usia 1 tahun lebih, saya mendapatinya kejang dalam perjalanan. Waktu itu memang kami sedang membawanya ke sebuah klinik karena Jihan demam tinggi. Sesampainya di klinik, ternyata tidak ada tindakan yang dilakukan oleh petugas medis saat itu. Saya pun sempat kesal karena pelayanan yang lama dan keterlambatan klinik untuk merujuk ke rumah sakit yang lebih memadai.
Di rumah sakit, Jihan diputuskan untuk menjalani perawatan. Ia harus tinggal di rumah sakit kurang lebih satu minggu. Setelah pulang dari rumah sakit, tak ada satu pun yang saya pikirkan tentang Jihan, saya anggap ini seperti biasa. Namun, lama saya perhatikan mengapa Jihan tak kunjung bicara. Kami pun berkonsultasi pada dokter anak, dan ia mengatakan kemungkinan hanya keterlambatan dalam bicara ssaja. Saya pun lega saat itu.
Bulan demi bulan kami terus memperhatikan perkembangan Jihan. Jihan tak juga kunjung mengeluarkan kosakatanya. Firasat saya makin tegas, pasti ada massalah. Kami pun kembali mengunjungi dokter anak dan dirujuk ke dokter THT. Dari sana kami disarankan melakukan pemeriksaan BERA untuk melihat fungsi pendengarannya. Dan, seperti yang diduga, Jihan memiliki hasil test yang tidak terlalu memuaskan, atau memang Jihan memiliki masalah dengan pendengarannya.
Dokter menyarankan kami menggunakan alat bantu dengar (ABD). Jujur, kami tidak tahu apa-apa tentang ABD saat itu, apa itu ABD dan apa fungsinya. Terlebih harga ABD begitu selangit. Kami seperti tertiban masalah yang mana kami tak mampu berpikir apapun lagi, begituberat semuanya. Satu tahun berlalu, kami urung memenuhi saran dokter. Kami justru mencoba beragam alternatif untuk membuat Jihan mendengar. Setiap orang memberikan saran alternatif pada kami, maka kami akan mengikutinya. Bahkan alternatif yang aneh sekalipun kami lakoni, seperti mengerok lidah Jihan menggunakan emas. Kalau mengingat hal tesebut, rasanya kami malu sendiri.
Setahun tanpa perubahan, kami pun memutuskan kembali ke dokter THT yang berbeda. Setelah kembali dilakukan pemeriksaan, hasilnya tetap sama. Jihan memiliki gangguan dengar. Dokter sempat menanyakan, apakah saya pernah terkena campak saat hamil, dan memang ya. Saya pernah terkena campak sebelum saya hamil. Dokter menyarankan kami untuk memulai dengan satu alat bantu dengar saja terlebih dahulu, daripada tidak sama sekali. Kami mengikutinya termasuk juga mengikuti saran dokter untuk ikut terapi wicara.
Alhamdulilah, ternyata Jihan memiliki perkembangan yang cukup baik. Jika awalnya semua orang disapa dengan panggilan mama, kini Jihan telah bisa membedakan mana mama, ayah dan kakak. Kosakata Jihan pun semakin bertambah, bahkan selama dua tahun memakai alat bantu dengar dan mengikuti terapi, Jihan terbilang banyak kemajuan. Dari situ saya berpikir, mengapa tidak sejak awal keputusan memakaikan Jihan alat bantu dengar ini kami ambil. Di bulan Desember 2016, kami melakukan test pendengaran ASSR kembali pada Jihan yang diberikan secara gratis. Hasilnya Gangguan dengar Jihan saat itu adalah 75 dB kanan dan 85 dB kiri.
Saat ini, selain tetap ikut terapi wicara, Jihan memiliki aktivitas baru yaitu ikut sekolah Bimba. Dari Jihan, saya belajar banyak tentang rasa bersyukur, keihklasan dan kesabaran. Kami juga masih terus berusaha dan berdoa. Semangat untuk para orang tua lain yang memiliki anak istimewa!
Ditulis oleh : Herna Wati
Dipublikasikan pertama kali di FanPage International Hearing Center dan Account Name International Hearing Center
Leave a Reply